TENTANG PENCIPTAAN
Problema Tentang Penciptaan
Untuk Apa Mencipta? Apa Tujuan dari Penciptaan?
Orang-orang Theis mengklaim bahwa Tuhan itu Maha Sempurna, dan Dia itu Sempurna dalam segala hal. Tapi, jika Tuhan memang benar Sang Pencipta, pernyataan di bawah akan membuktikan bahwa Tuhan itu tidak sempurna.
Marilah kita lihat dan buktikan bersama.
Sebelum Tuhan menciptakan alam semesta ini, yang ada hanyalah kekosongan dan kehampaan – tidak ada matahari, tidak ada bumi, tidak ada orang, tidak ada kebaikan maupun kejahatan, tidak ada penderitaan. Yang ada hanyalah Tuhan yang Maha Sempurna di mata orang Theis. Jadi, jika Tuhan itu sempurna dan hanya ada kesempurnaan sebelum diciptakannnya alam semesta, apa gerangan yang menggerakkan Tuhan untuk menciptakan alam semesta dan ketidaksempurnaan ke dalam seluruh ciptaan-Nya? Apakah karena Tuhan itu bosan dan tidak punya kerjaan? Apakah karena Tuhan merasa kesepian dan ingin didoakan dan dipuja?
Menurut orang-orang Theis, Tuhan menciptakan semuanya karena cinta-Nya yang besar kepada manusia. Tapi ini adalah mustahil! Tuhan tidak mungkin bisa mencintai manusia sebelum manusia itu tercipta. Sama halnya seorang wanita tidak mungkin bisa mencintai anaknya jika wanita itu tidak mengandung dan melahirkan anaknya. Keinginan dan kebutuhan Tuhan untuk mencipta telah menjelaskan bahwa Tuhan sangat tidak puas dengan segala sesuatu sebelum penciptaan. Ketidakpuasan Tuhan itu telah membuktikan bahwa Tuhan itu tidak sempurna (kalau Tuhan ada). Orang-orang Theis mungkin akan mengatakan Tuhan menciptakan secara spontan tanpa keinginan ataupun kebutuhan untuk mencipta. Pernyataan seperti ini hanyalah membuktikan bahwa penciptaan alam semesta ini sama sekali tidak ada tujuannya, dan tidak ada rencana di balik penciptaan alam semesta ini.
Tuhan macam apa yang menciptakan segala sesuatu tanpa perencanaan dan tujuan?
Tentu saja bukan Tuhan yang Maha Pengasih dan Pencipta. – Lodewijk
Jawaban:
JAWABAN UNTUK POINT C: TENTANG PENCIPTAAN
Berikut ini adalah jawaban untuk point C, yaitu keraguan tentang mengapa Tuhan menciptakan manusia berdasarkan kasih. Orang ini beranggapan bahwa Tuhan tidak mungkin menciptakan manusia berdasarkan kasih karena seseorang tidak mungkin mencintai sesuatu yang belum ada. Oleh karena itu, Tuhan tidak mungkin menciptakan berdasarkan kasih, namun karena ketidaksempurnaan Tuhan, yaitu merujuk kepada ketidakpuasan Tuhan. Dan Akhirnya disimpulkan bahwa penciptaan alam semesta tidak ada tujuannya, yang berarti bahwa Tuhan tidak mempunyai rencana dan tujuan, sehingga kesimpulan akhir adalah Tuhan bukan Maha Pengasih dan Pencipta.
I. TUJUAN PENCIPTAAN
1) Mari kita sekarang melihat argumentasi penciptaan. Untuk masuk ke dalam diskusi ini mensyaratkan seseorang untuk percaya bahwa Tuhan menciptakan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada. Kalau bukan Tuhan Pencipta segala sesuatu atau segala sesuatu terjadi secara kebetulan, maka percuma saja membahas untuk apakah Tuhan menciptakan segala sesuatu. Syarat yang lain adalah Tuhan adalah Maha Sempurna dan Maha Kasih. Kalau kita belum menerima tentang hakekat Tuhan yang Maha Sempurna dan Maha Kasih, maka kita belum setuju tentang konsep Tuhan. Tuhan yang tidak Maha Sempurna dan Maha Kasih bukanlah Tuhan. Kalau dua hal ini terpenuhi, maka kita baru dapat masuk ke dalam diskusi ini. Saya mengusulkan untuk membaca artikel tentang: Trinitas: Satu Tuhan dalam Tiga Pribadi (silakan klik).
2) Kalau Tuhan Maha Sempurna, maka Dia tidak kekurangan suatu apapun. Kalau Dia tidak kekurangan suatu apapun, maka akibatnya adalah Tuhan tidak membutuhkan siapa-siapa. Dan Tuhan yang Maha Sempurna ini adalah suatu Pribadi, yang mempunyai akal budi (reason) yang terdiri dari pemikiran (intellect) dan keinginan (will). Inilah sebabnya manusia sebagai mahluk, yang diciptakan menurut gambaran Allah mempunyai akal budi (intellect) dan kehendak bebas (will). Berdasarkan prinsip ” sesuatu tidak mungkin memberi yang tidak dipunyai” dan “sebab selalu lebih besar daripada akibat“, maka Tuhan harus mempunyai akal budi sebelum Tuhan memberikannya kepada manusia. Nah, mari kita lihat analogi ini: kalau manusia menyatakan suatu pemikiran, maka manusia memerlukan kata-kata. Tuhan, dalam kadar sempurna, menyatakan pikiran-Nya dalam bentuk Sang Sabda, yang kita kenal sebagai Yesus, Putera Allah. Inilah sebabnya, Injil Yohanes 1:1 menyatakan bahwa “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.”
Selanjutnya, kesempurnaan manusia sebagai mahluk personal dinyatakan, tidak hanya melalui kemampuannya untuk mengetahui, namun juga mengasihi, yaitu memberikan dirinya kepada orang lain dalam persekutuannya dengan sesama. Maka ‘mengasihi’ di sini melibatkan pribadi yang lain, yang menerima kasih tersebut. Kalau hal ini benar untuk manusia pada tingkat natural, maka di tingkat supernatural ada kebenaran yang sama dalam tingkatan yang paling sempurna. Jadi Tuhan tidak mungkin Tuhan yang ‘terisolasi’ sendirian, namun “keluarga Tuhan”, dimana keberadaan-Nya, kasih-Nya, dan kemampuan-Nya untuk bersekutu dapat terwujud, dan dapat menjadi contoh sempurna bagi kita dalam hal mengasihi. Dalam hal ini, hubungan kasih timbal balik antara Allah Bapa dengan Putera-Nya (Sang Sabda) ‘menghembuskan’ Roh Kudus; dan Roh Kudus kita kenal sebagai Pribadi Allah yang ketiga.
3) Argumentasi dari definisi kasih:Kasih tidak mungkin berdiri sendiri, namun melibatkan dua belah pihak. Sebagai contoh, kasih suami istri, melibatkan kedua belah pihak, maka disebut sebagai “saling” mengasihi. Kalau Tuhan adalah kasih yang paling sempurna, maka tidak mungkin Tuhan tidak melibatkan pihak lain yang dapat menjadi saluran kasih-Nya dan juga dapat membalas kasih-Nya dengan derajat yang sama. Jadi Tuhan itu harus satu, namun bukan Tuhan betul- betul sendirian. Jika tidak demikian, maka Tuhan tidak mungkin dapat menyalurkan dan menerima kasih yang sejati.
Orang mungkin berargumentasi bahwa Tuhan bisa saja satu dan sendirian dan Dia dapat menyalurkan kasih-Nya dan menerima balasan kasih dari manusia. Namun, secara logis, hal ini tidaklah mungkin, karena Tuhan Sang Kasih Ilahi tidak mungkin tergantung pada manusia yang kasihnya tidak sempurna, dan kasih manusia tidak berarti jika dibandingkan dengan kasih Tuhan. Dengan demikian, sangatlah masuk di akal, jika Tuhan mempunyai “kehidupan batin,” di mana Dia dapat memberikan kasih sempurna dan juga menerima kembali kasih yang sempurna. Jadi, dalam kehidupan batin Allah inilah Yesus Kristus berada sebagai Allah Putera, yang dapat memberikan derajat kasih yang sama dengan Allah Bapa. Hubungan antara Allah Bapa dan Allah Putera adalah hubungan kasih yang kekal, sempurna, dan tak terbatas. Kasih ini antara Allah Bapa dan Putera inilah yang disebut sebagai Roh Kudus.
Dengan hubungan kasih yang sempurna tesebut kita mengenal Allah yang pada hakekatnya adalah KASIH. Kesempurnaan kasih Allah ini ditunjukkan dengan kerelaan Yesus untuk menyerahkan nyawa-Nya demi kasih-Nya kepada Allah Bapa dan kepada kita. Yesus memberikan Diri-Nya sendiri demi keselamatan kita, agar kita dapat mengambil bagian dalam kehidupan-Nya oleh kuasa Roh-Nya yaitu Roh Kudus.
4) Dari point-point tersebut di atas, maka tidak mungkin Tuhan tergantung kepada manusia untuk menyalurkan kasih-Nya, karena di dalam Tuhan telah ada kegiatan mengetahui dan mengasihi secara Ilahi dan sempurna. Kalau Tuhan tergantung dari manusia untuk pemenuhan kasih, maka Tuhan bukan Tuhan lagi, karena kasih yang tergantung dari manusia tidaklah mungkin sempurna – karena manusia dapat berubah-ubah.
5) Oleh karena itu, satu-satunya yang memungkinkan dari semua alternatif tentang penciptaan manusia adalah karena kasih Allah yang ingin membagikan kebaikan-Nya kepada semua ciptaan-Nya. Pada akhirnya semua ciptaan akan memuliakan Tuhan. Namun demikian, perlu diingat bahwa kemuliaan Tuhan tidaklah berkurang dengan manusia turut serta memuliakan atau menolak untuk memuja Tuhan, karena kesempurnaan Tuhan adalah mutlak dan tidak tergantung dari apapun.
II. TIDAK MUNGKIN MENGASIHI SESUATU YANG TIDAK/ BELUM ADA
1) Dalam argumentasinya, orang ini berpendapat bahwa seseorang, termasuk Tuhan tidak mungkin mengasihi seseorang kalau orang tersebut belum ada. Prinsip ini ada benarnya dalam ukuran manusia, karena “seseorang tidak mungkin mengasihi sesuatu yang tidak diketahuinya“. Dalam contoh yang dikemukakan, seorang ibu tidak mungkin mengasihi anaknya kalau dia belum mengandung atau melahirkan anaknya. Namun kalau kita mundur sedikit, dan kita tanya kepada ibu tersebut: “Apakah, kalau dia mengandung dan melahirkan dari buah kasih dari suami tercinta, dia akan mengasihi anaknya?” Jawabannya pasti “Ya”. Hanya dengan memaparkan ide tentang kemungkinan untuk mempunyai anak, buah dari kasih antara dia dan sang suami mendatangkan perasaan yang penuh kasih dan hangat.
2) Nah, di dalam contoh di atas, untuk manusia yang mengalami sesuatu dalam urutan waktu, seperti yang dialami oleh ibu tersebut, mulai dari pernikahan, saling mengasihi dengan suami, mengandung, dan melahirkan, maka proses dari ide untuk mempunyai anak sampai kepada realitas, terikat oleh dimensi waktu. Namun kita tidak dapat menerapkan hal ini pada Tuhan, karena Tuhan tidak terikat oleh dimensi waktu. Di dalam Tuhan, sebuah ide atau pemikiran adalah sebuah kenyataan ’saat ini‘. Jadi, pada waktu Dia menciptakan manusia pertama, semua manusia dari Adam sampai manusia terakhir terbentang di hadapan Tuhan. Oleh karena itu, Tuhan dapat mengasihi manusia sebelum manusia, seperti kita, dilahirkan di dunia ini. Oleh karena itu Tuhan menciptakan manusia dengan didasari kasih, karena seluruh kehidupan manusia terbentang di hadapan-Nya dengan jelas. Ini artinya, Tuhan dapat mengasihi kita secara pribadi – termasuk orang yang bertanya tentang hal ini, bukan hanya semua umat manusia.
III. KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas, maka sangat jelas, bahwa Tuhan menciptakan seluruh alam raya dan manusia menurut rencana, kebijaksanaan, dan kasih Tuhan. Kesimpulan yang dinyatakan oleh orang yang mengatakan bahwa Tuhan menciptakan segala sesuatunya secara spontan tidaklah benar. Perkataan “spontan” juga tidak tepat, karena mengandung konotasi “terikat dimensi waktu” dan “tidak ada rencana”, yang berarti “seolah-olah terkejut dengan apa yang terjadi”. Kalau kita percaya bahwa Tuhan adalah Maha Tahu, maka tidak ada “keterkejutan” dalam segala apa yang dipikirkan dan dilakukan oleh Tuhan.
IV. PERTANYAAN:
Saya ingin juga bertanya, kalau manusia bukan diciptakan karena kasih Allah, maka apakah manusia diciptakan karena kebetulan? Kalau manusia diciptakan secara kebetulan, maka sungguh keberadaan kita menjadi sangat menyedihkan. Apakah jiwa manusia diciptakan oleh manusia atau oleh Tuhan? Kalau memang diciptakan oleh manusia, bagaimana manusia – yang terdiri dari tubuh dan jiwa – dapat menciptakan jiwa yang bersifat kekal?
Demikian jawaban dan pertanyaan yang dapat saya berikan untuk point C. Semoga dapat membantu.
________________________________________________________________
Salam damai sejahteraSetelah saya membaca tentang KESEMPURNAAN RANCANGAN KESELAMATAN ALLAH diatas maka timbul suatu pertanyaan dalam diri saya sbb :[dari admin: saya berikan penomoran agar mudah berdiskusi]
I. Untuk apa Allah menciptakan manusia ?
Dan mengapa diberikan tubuh daging yang menyeretnya untuk berbuat dosa ?
Bukankah kalau hanya memiliki roh saja seperti malaikat tentu tidak pernah timbul nafsu2 kedagingan ?
Mengapa harus ditempatkan di dunia yang penuh dengan dosa dan kekerasan ?
Di dunia manusia tidak pernah memandang muka Allah, sedangkan malaikat setiap hari melihatnya, tetapi manusia dituntut untuk mempercayai FirmanNya.
II. Apakah memang manusia di program untuk menjadi allah-allah, seperti yang di ucapkan oleh Yesus : kamulah alah-alah. Maka oleh sebab itu manusia diciptakan sesuai dengan gambar dan sifat ilahi dan diharapkan akan ada sebagian manusia yang menjadi seperti DIA di dalam kehidupannya yang sia2 di bawah matahari. Memang masih ada sisa-sisa kemuliaan Allah dalam diri manusia yaitu kasih dan itu tidak didapati dalam ciptaan yang lainnya. Dan manusia ditempatkan di dunia bukan di Surga supaya diolah ,ditumbuhkan dan disempurnakan, oleh sebab itu ketika manusia berbuat dosa, Allah masih mengampuni, tetapi malaikat sekali berbuat dosa langsung dibuang.
III. Yang menjadi pertanyaan, mungkinkah akan ada manusia-manusia yang sempurna seperti yang direncanakan oleh Allah ? Atau mungkinkah rencana Allah terhadap manusia akan gagal ?
IV. Kalau kita membaca kitab Kejadian kita temukan sbb : In the beginning God created the heaven and the earth.And the earth was without form, and void; and darkness [was] upon the face of the deep. And the Spirit of God moved upon the face of the waters. Sangat berbeda dengan penciptaan yang lain : and God saw that [it was] good. Saya tidak berani mengatakan bahwa penciptaan yang pertama tersebut gagal,tetapi begitulah Alkitab menulisnya.
V. Hanya saja Alkitab menulis bahwa akan ada orang2 yang sempurna di akhir zaman yang berjumlah 144.000 orang. Apapun itu saya masih belum mengerti untuk apa saya diciptakan dan ditempatkan dalam dunia ini ?
Terima kasih
Machmud
Jawaban:
Salam damai Machmud,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang keberadaan manusia. Pertanyaan ini adalah pertanyaan yang bagus, karena hanya manusia yang dapat mempertanyakan keberadaannya. Untuk itulah Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa manusia pada dasarnya adalah seorang filsuf (John Paul II, fides et ratio, 64). Manusia dapat mempertanyakan keberadaannya, karena manusia diciptakan menurut gambaran Allah (Kej 1:26). Mari kita membahas pertanyaan Machmud satu persatu.
I. Untuk apa Allah menciptakan manusia?
1) Diskusi ini mensyaratkan seseorang untuk percaya bahwa Tuhan menciptakan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada. Kalau Tuhan bukan yang menciptakan segala sesuatu atau segala sesuatu terjadi secara kebetulan, maka percuma saja membahas untuk apakah Tuhan menciptakan segala sesuatu. Syarat yang lain adalah Tuhan adalah Maha Sempurna dan Maha Kasih. Kalau kita belum menerima tentang hakekat Tuhan yang Maha Sempurna dan Maha Kasih, maka kita belum setuju tentang konsep Tuhan, dan oleh karena itu, kita harus berdiskusi terlebih dahulu tentang hakekat Tuhan.
2) Kita tidak dapat mengatakan bahwa manusia diciptakan secara kebetulan. Kalau manusia adalah merupakan produk “kebetulan”, maka sungguh sangat tragis bahwa kita semua adalah produk yang tidak diinginkan, namun hanyalah suatu kebetulan semata. Ini sama seperti anak lahir namun tidak pernah diinginkan oleh orang tuanya, dan terjadi karena suatu kecelakaan. Sesuatu yang kebetulan juga bertentangan dengan hakekat Allah, karena di dalam Allah tidak ada yang bersifat kebetulan. Hal ini disebabkan karena Allah adalah Maha Tahu, dan semuanya adalah transparan di hadapan-Nya.
3) Jadi, semua yang diciptakan oleh Allah adalah merupakan hasil rancangan menurut kebijaksanaan dan kasih-Nya. Karena Allah adalah Maha Sempurna, maka sebetulnya Dia tidak memerlukan siapapun. Namun karena Allah adalah baik dan penuh kasih, maka Dia menginginkan lebih banyak mahluk dari segala macam tingkat untuk dapat berpartisipasi dalam kebaikan tersebut, sehingga semua mahluk dari berbagai tingkatan dapat berbahagia dan memuliakan Allah. Hal ini sama seperti orang tua yang senantiasa ingin membagikan apa yang dipunyainya kepada anak-anaknya, baik dari yang terkecil maupun yang terbesar. Kalau sesuatu yang baik ini benar untuk manusia dalam tingkatan kodrat, maka ini juga benar untuk Tuhan dalam tingkatan adi kodradi (supernatural). Tuhan juga menciptakan mahluk dalam berbagai tingkatan dari 1) para malaikat yang murni spiritual, 2) manusia yang terdiri tubuh dan jiwa, 3) binatang, tumbuhan, dan segala macam yang ada di alam raya. Semuanya diciptakan Allah baik adanya. Dan kebaikan ini hanya terjadi jika semuanya bertindak sesuai dengan kodratnya.
a) Oleh karena itu, pernyataan Machmud bahwa kalau manusia diciptakan tanpa tubuh dan hanya jiwa, maka manusia terbebas dari nafsu-nafsu daging ada benarnya dan ada salahnya. Benar, karena dengan memiliki tubuh dan jiwa, maka manusia – dengan akal budi dan kehendak bebas – mempunyai percobaan yang bersifat daging dan jiwa. Salah, karena seolah-olah kalau manusia terdiri dari hanya Jiwa, maka manusia tidak pernah mengalami percobaan. Padahal, kalau kita melihat, godaan manusia yang pertama bukan masalah kedagingan, namun lebih kepada godaan spiritual, yaitu kesombongan rohani. Dan jangan juga lupa, bahwa malaikat yang hanya mempunyai jiwa dan tidak berbadan, juga mengalami percobaan. Karena malaikat juga mempunyai akal budi, maka mereka juga dapat memilih untuk mengikuti Tuhan atau melawan Tuhan. Dan sayangnya, sebagian memilih berkata “tidak” terhadap Tuhan.
b) Jadi baik malaikat yang tanpa badan dan manusia yang berbadan dan berjiwa, semuanya mengalami godaan masing-masing. Namun keduanya diciptakan baik adanya. Inilah sebabnya, pada awalnya, semua keinginan daging dari manusia pertama sepenuhnya tunduk kepada akal budi (the gift of integrity). Namun karena dosa, maka manusia kehilangan “the gift of integrity” atau tunduknya daging terhadap akal budi (reason). Oleh karena itu, manusia mempunyai kecenderungan berbuat dosa atau disebut “concupiscence“. Dan hal inilah yang membuat manusia mempunyai nafsu-nafsu daging. Rasul Paulus menegaskan “Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging–karena keduanya bertentangan–sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki.”(Gal 5:17)
c) Jadi, kembali ke pertanyaan Machmud, maka Allah menciptakan manusia atas dasar kasih, sehingga manusia dapat memperoleh kebahagiaan dan memuliakan Tuhan. Dan karena pada awalnya semuanya baik, maka tubuh yang menjadi bagian dari manusia adalah baik adanya. Dan semua nafsu kedagingan yang ada (concupiscence) adalah merupakan akibat dosa manusia. Namun, keadaan ini dapat menjadi kesempatan bagi manusia untuk bertumbuh dalam kekudusan dengan berjuang agar dengan akal budi, manusia dapat menundukkan nafsu kedagingan, seperti yang terjadi dalam kondisi awal penciptaan. Dan semua kekerasan di dunia ini bukan Tuhan yang membuatnya, karena jika Tuhan yang membuatnya, maka itu bertentangan dengan hakekat Tuhan yang adalah Maha Kasih. Sedangkan dosa dan kekerasan adalah bertentangan dengan kasih.
4) Machmud mengatakan bahwa dunia tidak pernah memandang muka Allah, sedangkan malaikat setiap hari melihatnya, tetapi manusia dituntut untuk mempercayai FIrmanNya. Dunia pernah melihat Allah, yaitu dalam diri Yesus, Putera Allah yang turun ke dunia. Dan sebelum Dia wafat, Dia mengadakan Perjamuan Terakhir, yang diteruskan sampai saat ini dalam setiap perayaan Ekaristi Kudus. Disinilah, dengan kacamata iman, umat Allah dapat memandang Allah. Tidak berarti bahwa seseorang yang memandang Allah secara otomatis akan mempercayai Firman-Nya. Malaikat yang mempunyai pengetahuan lebih sempurna, sebagian jatuh ke dalam dosa. Manusia pertama yang mempunyai hubungan begitu erat dengan Tuhan, melakukan dosa pertama. Orang-orang Yahudi yang bertemu dengan Yesus, bahkan Yudas – salah satu murid Yesus – juga tidak percaya akan Firman-Nya. Jadi dalam hal ini “melihat” bukan menjadi tolak ukur untuk percaya. Keterangan tentang iman dapat dilihat disini (silakan klik).
II. Manusia dijadikan allah-allah?
Machmud bertanya apakah manusia diprogram untuk menjadi allah-allah? Mungkin orang yang mengatakan tentang hal ini mendasarkan argumentasinya dari “Kata Yesus kepada mereka: “Tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah berfirman: Kamu adalah allah?” (Yoh 10:34). Juga dapat direferensikan dengan Maz 82:6 “Aku sendiri telah berfirman: “Kamu adalah allah, dan anak-anak Yang Mahatinggi kamu sekalian.” Namun, dalam konteks ayat-ayat tersebut, Yesus mengambil dari Maz 82:6, yang menggunakan perkataan allah-allah dalam hubungannya dengan hakim-hakim, yang mempresentasikan Allah di dunia. Dan Tuhan memberikan peringatan keras bagi para hakim yang tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Saya tidak akan mengulas secara lebih detail tentang hal ini dalam pembahasan ini.
Namun manusia tidak mungkin menjadi Allah, kecuali pada diri Yesus, sungguh Allah dan sungguh manusia.
Pada saat kita mengatakan bahwa manusia diciptakan menurut gambar Allah, ini berarti bahwa manusia dianugrahi akal budi (reason) yang terdiri dari akal (intellect) dan kehendak (will). Akal budi inilah yang membuat manusia mempunyai kehendak bebas untuk berkata “ya” atau “tidak” terhadap Pencipta. Dengan kodrat manusia sebelum jatuh dalam manusia, maka maka manusia tidak akan mungkin menjadi Allah. Inilah dosa yang pertama, karena manusia ingin menjadi Allah bagi dirinya sendiri. Kodrat manusia dan Allah adalah tak terbatas (infinite) bedanya, dimana manusia adalah mahluk ciptaan dan Allah adalah Sang Pencipta. Jadi pada saat kita mengatakan ada unsur Allah di dalam manusia, sesungguhnya ini berarti manusia berpartisipasi di dalam Allah. Namun manusia tidak akan pernah menjadi Allah, sekalipun dia telah berada di Surga.
Manusia diusir dari taman Eden bukan supaya ditumbuhkan dan disempurnakan, namun karena dosa manusialah yang menjadikan menusia hidup di dunia seperti sekarang ini. Namun, Tuhan dapat mempergunakan sesuatu yang buruk untuk mendatangkan kebaikan. Oleh karena itu, walaupun manusia hidup di dunia yang penuh dengan dosa dan kekerasan. manusia dapat terus berkembang dan berusaha untuk menjadi kudus, yaitu menerapkan kasih terhadap Tuhan dan sesama.
Ketika manusia berbuat dosa, memang Tuhan masih mengampuni manusia, karena memang kodrat manusia terikat di dalam dimensi waktu. Dan dalam dimensi waktu inilah, manusia mempunyai kesempatan untuk memperbaiki diri dan bertumbuh dalam kekudusan sampai Tuhan memanggilnya. Namun malaikat diciptakan dalam kodrat yang berbeda, karena mereka adalah mahluk spiritual (pure spirit), dimana mempunyai kodrat spiritual dan pengetahuan yang begitu tinggi tentang Tuhan. Oleh karena itu, sekali mereka mengambil keputusan, maka tidak akan pernah berubah. Dan karena tidak mungkin berubah maka sekali mereka berbuat dosa mereka tidak akan mungkin mendapatkan pengampunan. Sebaliknya sekali mereka mengatakan “ya” kepada Tuhan, mereka tidak akan mungkin berbuat dosa.
III. Apakah ada manusia yang sempurna?
Apakah ada manusia-manusia yang sempurna seperti rancangan Allah? Jawabannya ada. Pertama, terjadi dalam sosok Yesus. Salah satu misi dari Yesus datang ke dunia ini adalah untuk menunjukan seperti apakah manusia yang sebenarnya, yang diciptakan menurut gambaran Allah. Dan Yesus telah menunjukannya dengan senantiasa mengikuti dan melaksanakan kehendak Allah. Mungkin ada yang mengatakan, bahwa hal ini terjadi karena Yesus adalah Tuhan. Kita dapat melihat pada sosok ke-dua, yaitu Bunda Maria. Bunda Maria adalah sosok yang tanpa dosa, yang juga senantiasa melaksanakan kehendak Allah, termasuk di dalamnya adalah menjadi ibu dari Sang Penebus. Dan kesetiaan Bunda Maria terus dibuktikannya sampai akhir hayatnya. Namun, mungkin ada yang mengatakan “tentu saja Bunda Maria dapat melakukan hal ini, karena dia lahir tanpa dosa.”
Kita dapat melihat pada figur yang ketiga, yaitu para kudus. Para kudus inilah yang menjadi bukti bagi kita semua bahwa manusia yang penuh kelemahan dapat mengikuti perintah Kristus, karena Kristus memberikan rahmat yang cukup bagi semua orang. Para Kudus mempunyai kodrat yang sama seperti kita. Mereka mempunyai kelemahan sama seperti kita, dan mereka terus berjuang untuk hidup kudus. Namun mereka telah membuktikan bahwa dengan bantuan rahmat Tuhan, maka mereka dapat melaksanakan kehendak Tuhan di dalam kehidupan mereka. Contoh dari para kudus ini, misalkan: Ibu Teresa dari Kalkuta yang melayani orang-orang yang miskin di India, atau St. Damien yang melayani para penderita kusta, sampai dia sendiri meninggal terkena kusta, atau St. Maximillian Kolbe, yang mengorbankan dirinya untuk keselamatan seseorang napi di penjara Auschwitz.
Para santo dan santa dapat melakukan hal tersebut di atas, karena Roh Kristus sendiri yang memberikan kekuatan kepada mereka. Dan dengan kehendak bebas, mereka bekerja dengan rahmat Tuhan.
Jadi, rencana Allah untuk membawa manusia kepada keselamatan tidak akan pernah gagal. Bahkan semua rencana Allah pasti akan terjadi.
IV. Pada awalnya: semuanya diciptakan baik adanya:
Di dalam kitab kejadian dikatakan “1 Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. 2 Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.” (Kej 1:1-2). Saya tidak melihat bahwa ayat ini bertentangan dengan semua penciptaan yang lain, yang diakhiri dengan “itu baik“. Hal ini dikarenakan bahwa di Kej 1:1-2 adalah merupakan suatu persiapan untuk penciptaan selanjutnya yang diakhiri dengan “itu baik”. “langit dan bumi” di ayat 1 adalah “universe” atau alam semesta. Dan kemudian “gelap gulita” disini bukan berarti “chaos” atau kacau balau, namun untuk menceritakan bagaimana Tuhan memang menciptakan semuanya dari tidak ada menjadi ada. Dan ini termasuk bukan saja dunia ini dan segala isinya, namun juga seluruh alam raya. Bandingkan dengan Kis 24:17 “Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit dan bumi, tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia.
V. 144,000 orang
Kitab wahyu mengatakan tentang 144,000 orang yang dimateraikan. (lih Why 7:4; 14:1,3). Seperti yang kita tahu, bahwa kitab wahyu berisi begitu banyak simbol. 144 ribu menggambarkan 1000 x 12 x 12, yang berarti begitu banyak jumlahnya dan tak terhitung (great multitude). Dan inilah Israel yang baru, yang dapat diartikan sebagai Gereja.
Demikian jawaban singkat yang dapat saya berikan. Menegaskan kembali mengapa manusia diciptakan, maka kita percaya bahwa manusia diciptakan atas dasar kasih Allah, sehingga manusia dapat memperoleh kebahagiaan dan memuliakan Tuhan. Dan kebahagiaan sejati manusia adalah bersatu dengan Sang Pencipta, Tuhan. Bagaimana untuk sampai kesana, umat Katolik percaya bahwa keselamatan adalah melalui Kristus lewat Gereja-Nya, yaitu Gereja Katolik.
Mari kita bersama-sama percaya kepada Tuhan yang penuh kasih yang menciptakan masing-masing dari kita baik adanya. Dan masing-masing dari kita mempunyai kapasitas untuk mengetahui dan mengasihi Tuhan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
________________________________________________________________