RAHASIA
Cerita Fiktif
Pertemuan Pertama
28
Agustus 2011, itu adalah awal dirinya masuk ke kelas gue. Seorang yang berbadan
tinggi, beralis tebal, berwajah biasa saja, tidak tampan, tetapi optimis, dan
selalu menebarkan senyum serta energi positif bagi orang-orang di sekitarnya.
Gue gak ngerti dari mana dia datang, sepertinya dia datang begitu saja
"like a wind". Dengan sopan dan menarik dia pun mulai
memperkenalkan dirinya dan mengajarkan gue dan teman-teman gue berbagai hal
tentang filosofi hidup.
Pelajaran yang semula gue kira adalah yang paling membosankan dan tidak
ada pentingnya buat hidup gue menjadi sebuah hal yang menarik, mudah dipahami
dan sangat bermanfaat bagi gue. Itu kata gue, tapi dari apa yang gue lihat dalam diri teman-teman sekelas,
gue rasa mereka juga merasakan hal yang sama. Sesuatu yang berbeda dari yang
sebelumnya, dari yang biasanya, dari yang ada dalam pikiran kami.
Setelah sesi pertama selesai tampaknya ada suatu kekaguman yang
hadir dalam diri gue tentang dia. Guru muda yang aneh, dan luar biasa menurut gue
karena ke apa-adaanya. Dan sepertinya ada teman gue yang mulai jatuh hati
dengannya. "Astaga!, sebesar itukah dampaknya?" pertanyaan yang
muncul dalam hati gue.
Dia memberikan segalanya dengan sangat tulus dan berbeda,
sepertinya penuh warna dan 'like a brushfire'. Dia selalu berada bersama kita
semua, misalkan pada waktu kita istirahat di kantin ataupun duduk sendiri
dengan sikap jengkel karena diusir dari dalam kelas. Caranya mendekati kita
cukup berbeda, tapi justru itu yang membuat kita semua nyaman. Bahkan gue dan
teman-teman dengan mudah menceritakan semua perasaan dan isi pikiran
kita.
Dia tidak pernah memberikan kita sebuah ceramah atau nasihat yang
panjang lebar, tetapi hanya mendengarkan dengan sungguh dan memberikan sebuah
pertimbangan-pertimbagan lain yang justru sangan menegur sikap gue dan
teman-teman, jika berbuat sesuatu yang salah. Dia selalu mendukung, setiap
kami ada lomba atau kegiatan apapun, baik berkunjung dan berteriak SEMANGAT!
atau cukup tersenyum menggodai saja. Tapi itu cukup untuk menyadarkan bahwa
kita tidak pernah sendirian lagi menanggung atau menghadapi setiap tantangan
hidup.
Pernah suatu pagi gue liat dia berjalan di setiap lorong dan
menyentuh setiap dinding kelas kami dari lorong 1 sampai ke lorong selanjutnya
seperti sambil mendoakannya. Awalnya gue kira itu aneh banget, tetapi sekarang
gue sadari itu bukan hal yang aneh, tapi justru mengharukan.
Live in Class
Dengan cara dan gayanya yang berbeda dari biasanya itu dia
mendidik gue dan teman-teman dengan penuh keyakinan dan keterbukaan. Dia
sangat yakin dengan apa yang dia ajarkan tetapi tidak memaksakan gue dan
teman-teman untuk memahaminya secara cepat. Justru gue yang sering kali gusar kenapa terlalu rumit
dalam berpikir. Satu hal yang selalu gue ingat ketika dia mengajar adalah
semboyan yang selalu ia katakan "Carpe diem quam minimun credulla
postero", yang artinya berusahalah sebaik mungkin seakan-akan itu adalah
hari terakhir dirimu hidup. Inggris-nya "Seize The Day",
Jawa-nya "Urip kuwi koyo mampir ngombe", Jepang-nya
"Gambaru", Arab-nya "Man Jadda Wa' Jadda". Kesadaran itu
yang membuat kami selalu semangat.
Jika disadari dia jarang sekali bicara (cerewet menasihati) tetapi
justru gue sendiri yang dibuat menemukan jawabanya sendiri dan memecahkan
masalahnya sendiri. Kadang waktu gue atau teman-teman ingin curhat, ketika akan
berpikir pertanyaan apakah yang akan ditanyakan justru kami telah mendapatkan
jawabannya sendiri. Lucu memang tetapi cara dia berpikir memang mempengaruhi cara
berpikir gue dan teman-teman juga.
A Graduation
Ada sebuah
cerita yang selalu gue dan teman-teman ingat tentang dirinya. Tentang satu kata
tentang dia: "RAHASIA!" dan itu selalu membuat gue dan teman-teman
selalu ketawa ngakak jika mengigatnya. Kejadian itu bermula di malam graduasi
dan prom night.
Ingat teman gue yang jatuh hati padanya, akhirnya di malam itu teman gue itu mengungkapkan cintanya. Lalu dia (guru kami itu) membisikan sebuah kata kepada teman kami tersebut. Kami tidak mengerti kata apa yang dikatanya pada teman kami. Oleh karena itu, kami jadi penasaran dan berteriak pada teman kami, "katakan apa yang dia bilang padamu!". Setelah kami desak dan dengan mic yang teman kami pegang, teman kami mengatakan kepada kami "Jawabannya RAHASIA!". Serentak kami merespon "Wuuuu", "Jangan bohong", teman kami pun mencoba meyakinkan kami "Jawabannya RAHASIA!", lalu teman kami turun dari panggung sambil malu bercampur 'ngedumel' karena ketidak-percayaan kami.
Masih dengan rasa penasaran, maka kami pun bertanya kepada dia, "apa yang bapak katakan pada teman kami tadi??", dia menjawab "Mau tau jawabanya?", "Mau!!!Bapak terima dia apa gak??", "Beneran mau dengar jawabannya?","Mau pak!! cepat bilang!",dia pun menjawab "Jawabanya RAHASIA!".
Ingat teman gue yang jatuh hati padanya, akhirnya di malam itu teman gue itu mengungkapkan cintanya. Lalu dia (guru kami itu) membisikan sebuah kata kepada teman kami tersebut. Kami tidak mengerti kata apa yang dikatanya pada teman kami. Oleh karena itu, kami jadi penasaran dan berteriak pada teman kami, "katakan apa yang dia bilang padamu!". Setelah kami desak dan dengan mic yang teman kami pegang, teman kami mengatakan kepada kami "Jawabannya RAHASIA!". Serentak kami merespon "Wuuuu", "Jangan bohong", teman kami pun mencoba meyakinkan kami "Jawabannya RAHASIA!", lalu teman kami turun dari panggung sambil malu bercampur 'ngedumel' karena ketidak-percayaan kami.
Masih dengan rasa penasaran, maka kami pun bertanya kepada dia, "apa yang bapak katakan pada teman kami tadi??", dia menjawab "Mau tau jawabanya?", "Mau!!!Bapak terima dia apa gak??", "Beneran mau dengar jawabannya?","Mau pak!! cepat bilang!",dia pun menjawab "Jawabanya RAHASIA!".
Kami pun merasa kecewa terhadapnya karena kami
mengira ada sesuatu yang dirahasikannya kepada kami. Oleh karena hal itu-pun,
gue dengar dia dipanggil oleh guru-guru senior lain, dan mereka pun menanyakan
hal yang sama seperti yang gue dan teman-teman tanyakan. Dan dia juga menjawab
seperti apa yang dijawab saat di panggung itu. Karena merasa dilecehkan ada
seorang guru lain memukulnya. Tetapi dia tidak marah dan membalasnya. Peristiwa
itu menjadi hal yang menghebohkan satu sekolah. Karena itu sampai-lah ke
telinga pimpinan sekolah kami.
Gue ingat saat itu dia dipanggil
oleh pimpinan sekolah dan disidang di dewan guru, sepertinya akan memecatnya.
Lalu dalam sidang itu membahas dan mengupas habis apa pesan yang dikatannya
kepada teman gue. Teman gue pun juga ikut dibawa menjadi saksi. Jawaban yang
sama muncul dan kebenaran yang sama tetap diceritakan apa adanya karena
begitulah dia. Karena menurut mereka hal itu bukanlah kejelasan akhirnya
sekolah memutuskan dia untuk diberhentikan.
Anehnya, dia tidak terlihat tertekan sekalipun. Gue dan
beberapa teman pun mencoba untuk datang kepadanya dan meminta maaf sekaligus
bertanya kembali, "Jawaban bapak apa?". Dia menjawab "Jawabanya
Rahasia". Lalu teman kami bertanya lagi "tunjukkan pada saya
bagaimana prosesnya?", lalu dia menunjukkan kepada kami bagaimana
prosesnya, maka saat itulah kami mengeti apa yang dimaksud dengan RAHASIA itu.
Namun sayang, pihak sekolah sudah terlanjur memutuskan secara
sepihak tentang nasibnya. Tetapi menurut guru gue yang lain, yang adalah
sahabatnya, itu bukan suatu masalah baginya, karena tugasnya di sekolah ini
memang sudah berakhir dan dia hanya hidup mengikuti perintah Bapa kemana akan
mengutus dia selanjutnya. Toh dia hanya mengikuti permintaan sekolah ini untuk
mengisi kekosongan tenaga pengajar yang ada. Itulah kisah tentang dia dan
rahasianya. Jika loe tanya jawabanya kepada dia, dia akan menjawab
"Jawabannya RAHASIA". Kadang dalam hidup ini jawaban tidak menjadi
sebuah jawaban, tetapi prosesnya-lah yang menjadi jawaban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar