_________________________________________________________________________________
ZAMRUD KHATULISTIWA
By: Guruh Soekarno Putro
Singer: Chrisye
Aku bahagia hidup sejahtera di khatulistiwa
Alam berseri-seri bunga beraneka
Mahligai rama-rama, bertajuk cahya jingga
Surya di cakrawala
S'lalu berseri alam indah permai di khatulistiwa
Persada senyum tawa, hawa sejuk nyaman
Wajah pagi rupawan burung berkicau ria
Bermandi embun surga
Reff;
Syukur ke hadirat yang maha pencipta
Atas anugerah-nya tanah nirmala
Bersuka cita, insan di persada yang aman sentosa
Damai makmur merdeka di setiap masa
Bersyukurlah kita semua
( bersatulah kita semua)
S'lalu berseri, alam indah permai di indonesia
Negeri tali jiwa hawa sejuk nyaman
Wajah pagi rupawan burung berkicau ria
Bermandi embun surga
Coda;
Syukur ke hadirat yang maha kuasa
Atas anugerah-nya tanah bijana
Alam berseri-seri bunga beraneka
Mahligai rama-rama, bertajuk cahya jingga
Surya di cakrawala
S'lalu berseri alam indah permai di khatulistiwa
Persada senyum tawa, hawa sejuk nyaman
Wajah pagi rupawan burung berkicau ria
Bermandi embun surga
Reff;
Syukur ke hadirat yang maha pencipta
Atas anugerah-nya tanah nirmala
Bersuka cita, insan di persada yang aman sentosa
Damai makmur merdeka di setiap masa
Bersyukurlah kita semua
( bersatulah kita semua)
S'lalu berseri, alam indah permai di indonesia
Negeri tali jiwa hawa sejuk nyaman
Wajah pagi rupawan burung berkicau ria
Bermandi embun surga
Coda;
Syukur ke hadirat yang maha kuasa
Atas anugerah-nya tanah bijana
______________________________________________________________________________
_________________________________________
KERAGAMAN
Merupakan Realitas Asali Hidup Manusia
|
KODRAT MANUSIA
|
BERBEDA
|
Selain menjadi makhluk individu, juga menjadi SOSIAL
|
ada kerinduan untuk bersama/berteman dengan orang lain.
caranya:
TOLERAN
(untuk berusaha saling beradaptasi)
1) Saling menghormati
2) Dialog : berusaha menemukan titik temu (penyelesaian terbaik untuk ke dua belah pihak)
|
Masalah : Sovinisme, Fanatisme, Etnosentrisme ,Eksklusivisme, dll. sebenarnya hanya bermasalah pada:
1) Berangkat dari "ketidaktahuan"
2) Membuat praduga "kecurigaan"
3) Menganggap kelompok lain "ancaman"
|
BELAJAR DARI KITAB SUCI
Sejarah Israel
- Penciptaan : Kitab Suci mengakui tentang keragamaan seperti (kodrat laki-laki dan perempuan, gelap dan terang, udara, air, dan tanah)
- Jaman Abraham : Israel Menyebut Tuhan disertai nama Abraham dan keturunanya: Allah Abraham, Ishak, dan Yakub (Israel). Yakub (Israel) ada 12 suku yaitu : Ruben, Simeon, Lewi, Yehuda, Zebulon, Isakhar, Dan, Gad, Asyer, Naftali, Yusuf, dan Benyamin. Lewi tidak diberikan tanah, tapi dijadikan kaum imam. Yusuf diberikan berkat ganda : Efraim dan Manasye. Kanaan terbagi 12 bagian.
- Perbudakan Mesir: Rasa Senasib dan Sepenaggungan. "Karya Allah" melalui MUSA.
- Kerajaan Israel. Saul Raja pertama . Mengalami masa jaya saat SALOMO (Sulaiman) memerintah. Setelah SALOMO wafat, Israel terbagi 2 keraajaan, Utara (ISRAEL) dan Selatan (YEHUDA)
- Jaman Yesus: dijajah bangsa Romawi, ada pertentangan antara Yahudi dan Samaria. "Di mata Tuhan tidak ada yang lebih mulia ataupun yang lebih rendah"
|
Berdasarkan pengalaman bangsa Israel rasa kebanggsaan muncul karena faktor:
1. Bukan hanya muncul dari kerinduan manusiawi untuk membentuk suatu kelompok, (geneologis)
2. Karena keyakinan dan harapan akan janji Allah
|
Yang Lebih menyatukan adalah
IMAN AKAN ALLAH YANG TERLIBAT DALAM PENGALAMAN HIDUP
|
Bahaya yang tanpa disadari adalah:
Karena dambaan akan persatuan, manusia mengusahakannya dengan tenaga dan konsep pemikirannya sendiri
1. keberagaman adalah kodrat manusia, keragaman secara fisik maupun sebagai pribadi yang berkarakter dan mempunyai sejarah pengalaman.
2. keberagaman yang digambarakan secara tersirat dalam Kitab Suci tidak hanya menyangkut hal-hal fisik saja, melainkan kehidupan manusia dengan segala pengalaman yang dialami. Di dalam pengalaman Allah berkarya.
|
PANDANGAN GEREJA
"Gereja meyakini bahwa dirinya diutus untuk mewartakan Injil dan menanamkan Gereja di tengah-tengah bangsa (bdk. AG art. 6)
"Gereja tidak mempunyai niat sedikitpun untuk "menguburkan" adat-istiadat masyarakat setempat dan menggantikannya dengan adat-istiadat tradisi Timur Tengah di tengah masyarakat Indonesia.
|
Umat Katolik selalu diingatkan agat terus memelihara rasa hormat dan penghargaan akan keberagaman yang ada di tengah masyarakat. Sebagai pengikut Kristus umat katolik haruslah:
* berusaha membangun sikap hidupnya dengan senantiasa belajar bagiamana Yesus bersikap terhadap keberagaman.
|
Yesus mengingatkan dan mengajarkan teladannya agar kita
"Tidak mudah terjebak dalam pertanyaan tendensius atau yang dapat menyeret-Nya ke dalam perdebatan yang tidak kunjungi henti, lebih baik
"MENGHARGAI DAN MENGANGKAT MARTABAT MANUSIA"
|
Gereja Konsili Vatikan II
"Pernyataan Tentang Hubungan Gereja dengan Agama-agama bukan Kristiani"
(NOSTRA AETATE) Artikel 5
(1 Yohanes 4:8)
|
" Mengingat manusia adalah ciptaan Allah, gambar dan rupa Allah, ia dipanggil untuk menjadi satu keluarga"
1) Sikap hormat dan cinta kasih kepada Allah dan sesama sangat dibutuhkan. Sikap tersebut bukan hanya ditunjukan kepada mereka yang telah dikenal dan dikasihi, melainkan termasuk lawan.
2) Manusia juga dituntut untuk mengampuni perlakuan yang tidak adil dan memperluas cinta kasih kepada sesama (GS art.28)
|
2 hal yang perlu diusahakan umat Katolik dalam berSIKAP menghadapi :
a) Membongkar sikap eksklusif, menghapus semangat primordial dan sektarian.
b) membangun sikap inklusif, caranya:
|
- menerima PERBEDAAN sebagai suatu RAHMAT
- mengembangkan SIKAP SALING MENGHARGAI, TOLERANSI, MENAHAN DIRI, RENDAH HATI dan SOLIDARITAS
- bahu-membahu menata MASA DEPAN yang lebih cerah, adil, makmur dan sejahtera
- MENGUSAHAKAN TATA KEHIDUPAN yang adil dan beradab
- MENGUSAHAKAN KEGIATAN DAN KOMUNIKASI LINTAS SUKU, AGAMA dan RAS
_____________________________________________________________________________
PESAN : BELAJARLAH UNTUK MEMAHAMI ISINYA BUKAN MENGHAFALKANNYA
artikel berasal dari:
I. Permasalahan
- Dalam negara kita, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk di daerah kita terdapat beberapa jenis agama yang berbeda. Dari satu sisi, perbedaan-perbedaan yang ada dilihat dan dinilai sebagai kekayaan bangsa dimana para penganut agama yang berbeda bisa saling menghargai atau menghormati, saling belajar, saling menimbah serta memperkaya dan memperkuat nilai-nilai keagamaan dan keimanan masing-masing. Perbedaan tidak perlu dipertentangkan, tetapi dilihat dan dijadikan sebagai pembanding, pendorong, bahkan penguat dan pemurni apa yang dimiliki. Kaum beriman dan penganut agama yang berbeda-beda semestinya bisa hidup bersama dengan rukun dan damai selalu, bisa bersatu, saling menghargai, saling membantu dan saling mengasihi.
- Namun dalam sejarah kehidupan umat beragama, sering terjadi bahwa perbedaan keagamaan dan keimanan dijadikan sebagai pemicu atau alasan pertentangan dan perpecahan. Di banyak tempat, termasuk di Maluku, telah terjadi konflik berdarah dan berapi yang menelan banyak korban manusia dan harta benda, serta menghancurkan sendi-sendi kehidupan di pelbagai bidang, di lingkungan kita. Unsur-unsur keagamaan dijadikan sebagai pemicu dan sasaran penghancuran dalam konflik tersebut.
- Menurut pemahaman teoritis dan pengakuan “oral” banyak pihak, agama bukan dan tidak boleh dipandang serta dijadikan sebagai pemicu konflik dan perpecahan, melainkan adalah dan harus dipandang serta dijadikan sebagai penunjang perdamaian dan persatuan.
- Namun kenyataannya dalam perilaku atau tindakan orang-orang tertentu, entah dengan sengaja atau tidak, agama dipakai sebagai pemicu konflik dan perpecahan.
- Bahkan ada orang-orang tertentu yang menganggap dan menjadikan agama sebagai dasar atau alasan untuk tidak boleh hidup bersama atau harus hidup terpisah, tidak boleh berdamai atau rukun dengan orang yang berbeda agama. Bahkan ada anjuran untuk memusuhi dan membinasakan orang-orang yang beragama lain.
Kenyataan bahwa unsur-unsur keagamaan dijadikan sebagai pemicu
serentak sasaran konflik, baik pada tingkat lokal dan nasional maupun
internasional akhir-akhir ini, tentu memprihatinkan dan mencemaskan banyak
orang, terutama bagi kita bangsa Indonesia umumnya dan masyarakat Maluku
khususnya, yang berciri majemuk. Persaudaraan,
kekeluargaan, kerukunan, perdamaian dan ketenteraman serta kebersamaan,
persekutuan dan kerjasama akan terancam, terganggu dan merosot. Timbul
kecemasan akan konflik, kekerasan, perpecahan dan kehancuran yang sewaktu-waktu
bisa terjadi. Cukup banyak orang cemas akan ancaman terhadap kesatuan dan
persatuan bangsa, atau akan terjadinya disintegrasi bangsa, yang dipicu dengan
isu agama.
Maka kita perlu memberi perhatian khusus
pada permasalahan yang ada, mendalami serta mengupayakan langkah-langkah
penyelesaian maupun antisipatif. Perlu diupayakan peningkatan akan pemahaman,
penghayanan, implementasi dan pelestarian akan :
1. wawasan
kebangsaan kita seperti tersurat dan
tersirat dalam falsafah bangsa seperti : “Bhineka Tunggal
Ika”, “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”, maupun
kearifan-kearifan lokal seperti “pela” dan “gandong”, “ain
ni ain” (Kei = satu punya satu), dll;
2. kekeluargaan
dan persaudaraan sejati antar
suku, ras, golongan, daerah dan agama.
3. kerukunan dan toleransi antar
umat beragama maupun suku, ras dan golongan.
Untuk itu kita perlu upaya pengkajian dan
pemahaman tentang inti permasalahan kita dan sebab-musebabnya, tatacara
mengatasi dan mencegahnya, serta dasar pijak dan pedoman arah dari langkah
kita.
II. SEBAB KONFLIK YANG BERKAITAN
DENGAN AGAMA
SERTA CARA MENGATASI DAN MENCEGAHNYA
Fakta bahwa ada konflik dan kekerasan
maupun perpecahan dan penghancuran yang berkaitan dengan agama disebabkan
karena :
- Perbedaan yang ada salah dipahami dan salah disikapi, dan tidak dilihat dan ditanggapi secara positif serta tidak dikelola dengan baik dalam konteks kemajemukan.
- Fanatisme yang salah. Penganut agama tertentu menganggap hanya agamanyalah yang paling benar, mau “menang sendiri”, tidak mau menghargai, mengakui dan menerima keberadaan serta kebenaran agama dan umat beragama yang lain.
- Umat beragama yang fanatik (secara negatif) dan yang terlibat dalam konflik ataupun yang menciptakan konflik adalah orang-orang yang pada dasarnya :
- kurang memahami makna dan fungsi agama pada umumnya;
- kurang memahami dan menghidupi agamanya secara lengkap, benar, mendalam;
- kurang matang imannya dan takwanya;
- kurang memahami dan menghargai agama lain serta umat beragama lain;
- kurang memahami dan menghargai hakekat dan martabat manusia;
- kurang memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang universal, terutama hati nurani dan cinta kasih;
- kurang memahami dan menghidupi wawasan kebangsaan dan kemasyarakatan yang khas Indonesia, yakni kerukunan, toleransi dan persatuan dalam kemajemukan, baik pada tingkat nasional maupun lokal.
Oleh sebab itu permasalahan yang timbul, ataupun yang
dikhawatirkan akan timbul, dapat diatasi atau dicegah dengan
upaya peningkatan pemahaman dan implementasi yang memadai dari
kekurangan-kekurangan tersebut, terutama peningkatan kualitas iman dan takwa,
hati nurani dan cinta kasih. Hal ini dapat dilaksanakan dengan:
1. Mengembangkan Dialog atau
komunikasi timbal balik, yang dilandaskan pada kesadaran akan :
a. adanya kesamaan maupun perbedaan yang tak dapat
diingkari dan disingkirkan, sesuai hakekat atau harkat dan martabat
manusia.
b. adanya kesamaan nilai-nilai serta
permasalahan dan kebutuhan yang universal, yang berkaitan dengan kemanusiaan,
seperti kebenaran, keadilan, HAM, persaudaraan dan cinta kasih;
c. adanya fakta kehidupan bersama dalam kemajemukan
serta hubungan dan ketergantungan satu sama lain;
d. mutlak perlunya kerukunan dan damai sejahtera,
persatuan dan kerjasama dengan prinsip keadilan, saling menguntungkan,
saling menghargai, saling terbuka dan saling percaya.
2. Mengevaluasi dan memperbaiki sistem dan bobot pendidikan dan
pembinaan, baik yang khas keagamaan maupun yang bukan khas atau yang
bersifat umum, untuk menambah pengetahuan, mematangkan iman,
meningkatkan moral dan spiritual, memantapkan kepribadian; Sasaran pendidikan dan pembinaan bukan hanya pada
aspek intelektual dan ketrampilan, tetapi juga pada budi pekerti dan hati
nurani (moral dan spiritual) sertaemosionalitas dan perilaku, pola
pikir dan pola hidup.
3.Mencermati, mengevaluasi dan membaharui doktrin dan
praktek-praktek keagamaan yang terlalu atau bahkan hanya
formal dan ritualistik belakaagar lebih fungsional atau
berdaya-guna secara tepat dan efektif bagi pemantapan kwalitas
diri dan kehidupan penganutnya pada khususnya maupun masyarakat pada umumnya.
4.Mengembangkan hidup bersama, kegiatan bersama dan kerjasamasecara proporsional yg
dilandaskan pada kesadaran akan kebutuhan dan ketergantungan satu sama lain
sebagai konsekwensi hidup bersama serta kesamaan martabat dan hak sebagai
manusia.
III. DASAR KERUKUNAN DAN TOLERANSI
ANTAR UMAT BERAGAMA
Dasar atau landasan dari ketiga cara untuk
membangun kerukunan dan toleransi antar umat beragama sebagaimana yang telah
dikemukakan adalah hakekat dan martabat kemanusiaan, realita sosial yang ada,
ideologi keagamaan yang dianut dan dicita-citakan, dan komitment konstitusional
yang dicanangkan.
1. Dasar Kemanusian (Filosofis)
Kerukunan dan toleransi antar umat beragama
merupakan konsekwensi serta kebutuhan hakiki dari kemanusiaan yang universal,
yang tidak dapat ditolak dan wajib diusahakan oleh setiap insan beragama karena
manusia pada hakekatnya adalah makhluk hidup yang :
- individual dan serentak komunal yang hidup bersama, mengelompokkan diri atas dasar tertentu, saling membutuhkan, saling berelasi, saling mempengaruhi;
- yang memiliki kesamaan martabat, nilai-nilai kemanusiaan, dan hak asasi, eksistensi atau keberadaan, permasalahan dan kebutuhan, ideologi dan cita-cita
- dan serentak memiliki kekhasan yang membedakan individu yang satu dengan yang lain maupun kelompok yang satu dengan kelompok yang lain;
- yang memiliki kebebasan batiniah (kehendak) dan lahiriah (tindakan),namun serentak dapat pula mempengaruhi dan dipengaruhi;
- yang memiliki kecenderungan “egositis” maupun “altroistis”, baik secara individual maupun komunal;
- yang mempunyai akal budi, hati nurani dan keutamaan untuk memikirkan dan mengetahui, menilai dan memutuskan, serta bertindak atau berbuat;
- yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma: adat/budaya, kenegaraan, keagamaan.
Penghargaan terhadap agama/umat beragama
lain, hidup rukun dan damai dengan umat beragama lain, bukan hanya merupakan
kebutuhan dan tuntutan atau kewajiban keagamaan, tetapi lebih luas dan dalam
dari itu, yaitu karena kemanusiaan.
Kerukunan dan toleransi antar
sesama manusia, baik yang beragama maupun yang tidak beragama, merupakan
tuntutan kebutuhan dan kewajiban kemanusiaan dari setiap orang (termasuk orang
yang tidak beragama). Kerukunan dan toleransi antar umat beragama merupakan
konsekwensi dari hakekat kemanusiaan kita.Oleh sebab itu bila ada orang yang
merusakkan atau menolak kerukunan dan toleransi antar umat beragama, sama
dengan ia merusakkan atau menolak kemanusiaan.
Apakah kita menghendaki demikian ? Kiranya
tidak ! Oleh
sebab itu kita perlu waspada terhadap oknum ataupun kelompok yang mencoba
merusakkan atau menolaknya, seraya berusaha untuk membangun kerukunan dan
toleransi antar umat beragama, karena dan demi kemanusiaan (harkat
dan martabat manusia) yang universal.
2. Dasar kebudayaan (Sosio-kultural)
Masyarakat Indonesia, baik secara lokal
maupun nasional memiliki nilai-nilai dan norma-norma budaya yang pada dasarnya
sangat mengutamakan, menjamin serta mencirikhaskan kerukunan dan toleransi, perdamaian
dan persatuan,persaudaraan dan kekeluargaan, solidaritas dan
kerjasama, bukan hanya antar umat beragama tetapi antar setiap individu dan
kelompok dari latarbelakang manapun.
Kearifan-kearifan lokal seperti “pela” dan “gandong”, “ain
ni ain” dll., maupun falsafah bangsa seperti “Bhineka Tunggal
Ika” merupakan perekat untuk landasan dalam membangun kerukunan dan
toleransi antar umat beragama.
Secara sepintas terkesan kearifan lokal
bercorak khas dan hanya dimiliki oleh, berlaku bagi dan diterima oleh kelompok
tertentu. Sedangkan nilai-nilai budaya atau kearifan nasional yang dianggap
milik bangsa, dan diterima serta berlaku bagi segenap warga negera, terkesan
tidak representatif, digugat dan ditolak atau bahkan dirusakkan oleh
pihak-pihak tertentu.
Namun bila kita kaji lebih dalam maka jiwa atau makna
terdalam dari kearifan lokal bercorak nasional, bahkan universal, dapat
diterima dan dimiliki oleh serta berlaku bagi siapa saja, termasuk bagi
individu maupun kelompok dari latarbelakang agama yang berbeda.
Secara
faktual sejarah bangsa Indonesia telah membuktikan hal
ini. Nilai-nilai budaya atau kearifan lokal telah mendasari dan melahirkan
nilai-nilai budaya bangsa dan negara kita, dan serentak telah mendasari
pembentukan bangsa dan negara kesatuan republik Indonesia, menjadi
pedoman kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan secara khusus
mendasari kerukunan dan toleransi antar umat beragama di bumi nusantara ini.
Kerukunan dan toleransi merupakan ciri
budaya kita, baik secara lokal maupun nasional. Maka menolak atau merusakkan
kerukunan dan toleransi dalam aspek manapun dengan alasan apapun tidak
dapat diterima secara kultural karena sama dengan menolak atau
merusakkan budaya lokal maupun nasional kita.
Apakah kita menghendaki demikian ? Kiranya
tidak ! Oleh
sebab itu kita perlu waspada terhadap oknum ataupun kelompok yang mencoba
merusakkan atau menolaknya, seraya berusaha untuk membangun kerukunan dan
toleransi antar umat beragama, demi mempertahankan eksistensi
kemajemukan agama serta budaya lokal dan nasional kita.
Untuk itu kita perlu mengusahakan penyadaran dan “pelestarian” nilai-nilai
budaya atau kearifan lokal maupun nasional, secara kontekstual melalui penggalian dan pencerahan (sosialisasi)
untuk sungguh-sungguh dimiliki dan diwujudkan dalam hidup.
3. Dasar Kemasyarakatan dan Kenegaraan
(Sosial dan Konstitusional)
Secara faktual, masyarakat Indonesia pada umumnya bercorak majemuk. Kemajemukan,
termasuk dalam bidang keagamaan, merupakan ciri khas masyarakat kita. Maka
konsekwensi dari kemajemukan adalah kebutuhan dan kewajiban untuk menerima dan
mengusahakan kerukunan dan toleransi. Misalnya antar umat beragama.
Maka warga masyarakat atau umat beragama
yang menolak atau merusakkan kerukunan dan toleransi umat beragama pada
dasarnya menolak atau merusakkan kemajemukan dalam masyarakatnya. Menolak atau
merusakkan kemajemukan dalam suatu masyarakat yang majemuk adalah sama dengan
menolak atau merusakkan eksistensi masyarakat tersebut.
Sebagai warga
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang adalah masyarakat yang majemuk, apakah
kita mau merusakkan atau menolak eksistensi masyarakat kita ? Kiranya tidak !
Namun kita tidak dapat ingkari adanya ancaman pengrusakan ataupun penolakan
terhadap eksistensi masyarakat kita. Oleh sebab itu kita perlu waspada terhadap
oknum ataupun kelompok yang mencoba merusakkan atau menolaknya, seraya berusaha
untuk membangun kerukunan dan toleransi antar umat beragama, demi
mempertahankan dan mengembangkan eksistensi bangsa
Indonesia yang majemuk.
Sejak Negera Kesatuan Republik Indonesia
didirikan, para pendirinya kiranya telah menyadari kemajemukan bangsa kita ini
serta ancaman terhadap kerukunan dan persatuan di satu sisi maupun potensi
untuk membangun kehidupan bersama, berbangsa dan bernegara, bermasyarakat dan
beragama, dengan rukun dan damai dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dari lain sisi.
Bahkan jauh sebelum kemerdekaan dan penderian Negara
Kesatuan Republik Indonesia, para pencetus Sumpah Pemuda telah menyadari ciri
kemajukan bangsa kita dan kebutuhan akan persatuan dan perdamaian. Karena itu
untuk mencegah perselisihan dan perpecahan serta memelihara kerukunan dan
toleransi serta persatuan, disusunlah falsafah bangsa dan dasar negara
sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan UUD 45.
Jadi dasar kenegaraan atau konstitusional
dari kerukunan dan toleransi antar umat beragama adalah Pancasila dan UUD 45
(khusunya pasal 29). Selain itu, juga undang-undang, peraturan pemerintah,
peraturan/keputusan presiden, peraturan/keputusan menteri, yang lebih bersifat
operasional dan merupakan penjabaran dari Pancasila dan UUD 45. Kerukunan dan
toleransi antar umat beragama amat dibutuhkan dan menentukan kedamaian,
persatuan dan keutuhan dari bangsa kita yang majemuk.
Karena itu komitment, undang-undang dan
peraturan untuk mewujudkan dan memelihara kerukunan dan toleransi antar
umat beragama dibuat dan perlu dipatuhi oleh segenap warga negara.
Maka menolak atau merusakkan kerukunan dan
toleransi antar umat beragama sama dengan menolak atau merusakkan Pancasila dan
UUD 45, serentak menolak atau merusakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Apakah kita menghendaki demikian ? Kiranya
tidak ! Oleh
sebab itu kita perlu waspada terhadap oknum ataupun kelompok yang mencoba
merusakkan atau menolaknya, seraya berusaha untuk membangun kerukunan dan
toleransi antar umat beragama, demi mempertahankan eksistensi bangsa
dan negara kita dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Dasar Keagamaan (Spiritual dan
moral)
Sejauh yang kami ketahui, semua agama
“moderen” yang ada di dunia sekarang ini amat menekankan tentang nilai-nilai
hidup manusia seperti: kerukunan, perdamaian, persaudaraan, solidaritas, cinta
kasih, persatuan, dan kerjasama dalam hidup bersama.
Tujuan yang hendak
dicapai setiap agama adalah kematangan spiritual dan moral yang terwujud atau
terbukti dalam hubungan yang baik antara manusia dengan Allah serta antara
manusia dengan sesamanya.
Pembentukan pribadi yang baik yang terungkap
dan nampak secara nyata dalam kata-kata, sikap atau perilaku dan
perbuatan yang baik terhadap orang lain merupakan misi dari setiap agama.
Hal-hal ini bukan hanya dicita-citakan, diwajibkan dan diusahakan untuk
terwujud oleh, bagi dan antar orang-orang yang seagama, tetapi juga oleh, bagi
dan antar orang-orang yang berbeda agamanya. Karena itu toleransi antar umat beragama
adalah sesuatu yang mutlak perlu sebagai konsekwensi logis dari
cita-cita setiap agama serta konsekwensi adanya kemajemukan
agama dalam suatu masyarakat.
Orang beragama yang tidak toleran terhadap
agama atau orang beragama yang lain, pada dasarnya mengingkari cita-cita
agamanya sendiri serta menolak atau merusakkan kemajemukan agama dalam
lingkungan masyarakatnya. Menolak atau merusakkan kemajemukan agama dalam suatu
masyarakat yang majemuk sama dengan menolak atau merusakkan eksistensi
masyarakat tersebut.
Apakah kita menghendaki demikian ? Kiranya
tidak ! Oleh
sebab itu kita perlu waspada terhadap oknum ataupun kelompok yang mencoba
merusakkan atau menolaknya, seraya berusaha untuk membangun kerukunan dan
toleransi antar umat beragama, agar dapat mempertahankan dan mengembangkan
masyarakat kita yang majemuk serta mewujudkan cita-cita dan kewajiban kita
sebagai umat beragama.
IV. KERUKUNAN DAN TOLERANSI ANTAR UMAT
BERAGAMA
MENURUT GEREJA KATOLIK
Sejak Konsili Vatikan II, Gereja Katolik
sangat menekankan dan turut memperjuangkan kerukunan dan toleransi antar umat
beragama, karena demi keharmonisan, persaudaraan, damai sejahtera,
persatuan, dan “keselamatan” segenap umat manusia. Kerukunan dan toleransi
antar umat beragama dilihat sebagai suatu kebutuhan hakiki dan universal.
Dikatakan oleh Konsili Vatikan II :
“ Tetapi kita tidak dapat menyerukan nama
Allah Bapa semua orang, bila terhadap orang-orang tertentu, yang diciptakan
menurut citra-kesamaan Allah, kita tidak mau bersikap sebagai saudara. Hubungan
manusia dengan Allah Bapa dan hubungannya dengan sesama manusia saudaranya
begitu erat, sehingga Allah berkata : “Barang siapa tidak mencintai, ia tidak
mengenal Allah” (1 Yoh 4:8).
Jadi tidak ada dasar bagi setiap teori atau
praktek, yang mengadakan pembedaan mengenai martabat manusia serta hak-hak yang
bersumber padanya antara manusia dengan manusia, antara bangsa dengan bangsa. Maka Gereja mengecam setiap diskriminasi
antara orang-orang atau penganiayaan berdasarkan keturunan atau warna kulit,
kondisi hidup atau agama, sebagai berlawanan dengan semangat Kristus.
Oleh
karena itu Konsili suci, mengikuti jejak para Rasul kudus Petrus dan Paulus,
meminta dengan sangat kepada Umat beriman kristiani, supaya bila ini mungkin
“memelihara cara hidup yang baik di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi” (1Ptr
2:12), dan sejauh bergantung dari mereka hidup dalam damai dengan semua orang,
sehingga mereka sungguh-sungguh menjadi putera Bapa di sorga.“ (Hardawiryana,
S.J.; Dok. Konsili Vatikan II, Obor, Jakarta 1993, hal. 314-315).
Dalam kutipan ini kiranya dapat dilihat
pandangan Gereja Katolik tentang pentingnya, dasar, dan cara membangun
kerukunan dan toleransi antar umat beragama.
1. Pentingnya kerukunan dan toleransi
antar umat beragama
Dalam pandangan Gereja Katolik, kerukunan
dan toleransi antar umat beragama adalah penting bagi :
- Praktek hidup beragama secara benar, konsekwen dan efektif;
- Tercapainya tujuan dari agama, yakni terwujudnya keselamatan/kebahagiaan di dunia maupun di akhirat, yang dapat dicapai melalui cinta kasih, yang tidak lain adalah intimitas relasi antara manusia dengan Allah dalam intimitas relasi antara manusia dengan manusia;
- Terwujudnya kebutuhan yang hakiki dan cita-cita setiap insan manusia, yaitu damai sejahtera lahir dan batin dalam “dunia” yang harmonis, rukun dan damai.
2. Dasar kerukunan dan toleransi antar
umat beragama
Ada beberapa pandangan theologis dogmatis
dari Gereja Katolik yang mendasari kerukunan dan toleransi antar umat beragama,
yakni misalnya :
- Kesamaan kodrat dan martabat, kebebasan, hak dan kewajiban dari segenap umat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang secitra denganNya;
- Persaudaraan universal, segenap bangsa merupakan suatu masyarakat atau keluarga umat manusia, yang adalah putera-puteri dari Allah yang satu dan sama;
- Allah yang satu dan sama sebagai sebagai sumber dan tujuan dari segala bangsa, termasuk sumber dan tujuan dari agama-agama yang berbeda;
- Allah itu merupakan sumber keselamatan yg dibutuhkan dan didambakan setiap orang;
- Universalitas Keselamatan dari Allah, yang terwujud secara penuh dalam Yesus Kristus, diperuntukkan bagi segenap bangsa. Jadi bagi segenap umat dari pelbagai golongan agama;
- Inti dari keselamatan dari Allah adalah ketenteraman lahir dan batin yang diperoleh melalui intimitas relasi vertikal maupun horizontal, yakni damai sejahtera dan persekutuan lahir dan batin antara manusia yang satu dengan sesama manusia yang lain sebagai wujud nyata dari intimitas relasi dengan Tuhan;
- Dasar dan serentak tujuan maupun wujud dari relasi tersebut adalah cinta kasih.
Dan yang dimaksudkan dengan cinta kasih adalah seperti apa yang
dilukiskan oleh rasul Paulus, yaitu: “murah hati, tidak
cemburu, tidak memegahkan diri dan tidak sombong, tidak melakukan yang tidak
sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah, tidak menyimpan
kesalahan orang lain, tidak bersuka cita karena ketidak-adilan, tetapi karena kebenaran,
menutupi segala sesuatu (tidak membeberkan jelekan/kesalahan orang lain),
mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu (Kor.13:4-7).
“Cinta
inilah yang menjadi dasar atau landasan utama bagi usaha dan terwujudnya
kerukunan dan toleransi antar umat beragama. Dengan adanya cinta manusia mampu
menghargai satu sama lain, hidup bersama dengan rukun dan damai, kendati ada
rupa-rupa perbedaan, dan saling menunjang atau bekerjasama dengan baik.
- Cinta kasih tersebut merupakan buah dari Roh Kudus, yang tidak lain adalah Roh Allah sendiri. Dengan daya Roh Kudus orang-orang yang berbeda dan asing satu sama lain dapat saling menghargai, memahami dan berkomunikasi dengan baik (Kisah Para Rasul 2:1-12), dapat menjadi sehati sejiwa, saling menunjang dan solider dalam suka dan duka (Kisah Rasul-Rasul 2:41-47).
- Kehadiran, karya dan buah-buah Roh Kudus tak dibatasi dengan ruang dan waktu. Roh Kudus dapat hadir dan berkarya dalam diri setiap orang, yang adalah ciptaan Allah, kapan saja dan dimana saja, tanpa membedakan agama, asal, dll. Maka Roh yang satu dan sama dapat mempersatukan orang-orang yang berbeda-beda, entah dalam iman dan agama maupun dalam hal apa saja.
3. Cara membangun kerukunan dan toleransi
menurut Gereja Katolik.
Konsili Vatikan II dalam beberapa
dokumennya tentang hubungan Gereja Katolik dengan agama-agama lain (Kristen
lain, Islam, Yahudi, Hindu/Budha, dll.), selain menjelaskan tentang kebutuhan,
kewajiban dan dasar-dasar untuk membangun kerukunan dan toleransi antar umat
beragama, menjelaskan pula tentang cara-caranya. Cara-cara yang
dikemukakan oleh Konsili Vatikan II dapat dirangkumkan sebagai berikut :
- Membangkitkan kesadaran dan pengakuan akan masalah, kebutuhan dan kewajiban bersama, serta dasar-dasar dan cara-cara untuk membangun kerukunan dan toleransi antar umat beragama, untuk menjadi motivasi serta “bekal” bagi usaha dimaksud. Jadi perlu proses penyadaran dan komitment. Hal ini dapat dilakukan terutama melalui dialog kemanusiaan dan persaudaraan insani maupun ilahi.
- Menumbuh-kembangkan sikap dasar yang mutlak perlu bagi kerukunan dan toleransi antar umat beragama. Misalnya sikap mau dan senantiasa berusaha untuk SALING terbuka, memahami, mengakui, menghargai, dan berdialog satu sama lain. Juga mau dan selalu berusaha untuk saling berelasi dan bekerjasama.
- Berusaha meningkatkan pemahaman akan pihak lain melalui study bersama atau saling tukar informasi tentang kekayaan rohani/keagamaan masing-masing. (dialog iman)
- Berusaha untuk senantiasa menghindari cara-cara yang dapat merusak kerukunan dan toleransi antar umat beragama. Misalnya mengadakan pelbagai upaya untuk menghindari kata-kata, penilaian-penilaian, tindakan-tindakan, yang ditinjau dari segi keadilan dan kebenaran tidak cocok dengan saudara-saudari dari golongan agama lain, sehingga mempersulit hubungan dengan mereka.
- Penghargaan terhadap nilai-nilai atau kebijakan lokal dan penggalian, pelestarian serta pendayagunaannya secara bersama-sama.
- Melaksanakan pertobatan hati secara tulus, meluas, konsekwen dan konsisten.
- Melaksanakan beberapa program bersama seperti :
- Study bersama tentang teologi dan Kitab Suci;
- Study banding atau mengkaji bersama tentang praktek-praktek keagamaan maupun tata hidup sehari-hari dari umat beragama;
- Berdoa bersama;
- Karya amal bersama;
- Pembinaan bersama.
Terimakasih.
Ambon, 10 Agustus 2009.
NB: Diperbaharui dari naskah 24 Mei 2008, dan disampaikan di
Dobo pada tanggal 11 Agustus 2009.
pakkk, mau usul pak, lain kali mending arrange textnya ke kanan aja pak lebih gampang dibaca yea haha. btw makasi rangkumannya pak (Y)
BalasHapus