Hidup adalah sebuah petualangan yang besar buat saya. Bertualang adalah saat dimana kita menjadi seorang yang bebas "a freeman". Bertualang artinya bisa pergi kemana saja yang saya mau, bisa sendirian, bisa bersama-sama. Memang lebih asyik jika dilakukan bersama-sama. Bisa berjalan kaki atau duduk di depan layar komputer. Tetapi memang lebih enak jika itu memang sebuah pengalaman yang real, bukan hanya di depan layar komputer.
Bisa juga petualangan itu dilakukan di dalam mimpi, tetapi mewujudkan petualangan adalah mimpi yang sebenarnya. Bertualang juga artinya bisa menembus batasan-batasan dalam diri, untuk melihat lebih luas, melihat lebih jauh, melihat lebih dalam secara langsung. Menembus tirai-tirai penghalang dan sekat-sekat, melihat lebih tinggi dari awan-awan. Untuk seseorang yang percaya tentang cinta, persahabatan dan mimpi bertualang itu sungguh menarik. Seseorang akan merasakan hidup lebih bermakna, jika dia menempatkan hatinya pada tempat yang seharusnya dan memandang hidup sebagai petualangan.
Bisa juga petualangan itu dilakukan di dalam mimpi, tetapi mewujudkan petualangan adalah mimpi yang sebenarnya. Bertualang juga artinya bisa menembus batasan-batasan dalam diri, untuk melihat lebih luas, melihat lebih jauh, melihat lebih dalam secara langsung. Menembus tirai-tirai penghalang dan sekat-sekat, melihat lebih tinggi dari awan-awan. Untuk seseorang yang percaya tentang cinta, persahabatan dan mimpi bertualang itu sungguh menarik. Seseorang akan merasakan hidup lebih bermakna, jika dia menempatkan hatinya pada tempat yang seharusnya dan memandang hidup sebagai petualangan.
Hidup ini adalah petualangan, karena tidak ada yang dapat memastikan tentang hidup seseorang. Kepastian tidak perlu dicari, ia akan datang dengan sendirinya sesuai dengan apa yang ia persiapkan. Kadang, ketidakpastian itu yang malah membuat hidup ini menarik, kembali lagi, tergantung dimana seseorang menempatkan hatinya. Ketidakpastianlah yang menjadikan petualangan itu ada. Kepastian, mungkin tentang kelahiran dan kematian, hanya Tuhan yang tahu. Tapi kepastian yang sesungguhnya adalah Tuhan mencintai manusia. Maka itu, dalam setiap termin yang saya lalui, cuma ada satu hal yang saya pegang, bahwa Tuhan selalu menyertai setiap langkah hidup.
STASIUN SENEN
Stasiun Pasar Senen, jam 14.00.
Kereta jurusan Jakarta - Malang.
Harga Tiket: Rp. 45.000,-
Kami pun berangkat, dengan kereta ekonomi menuju Malang. Stasiun dipenuhi oleh banyak sekali orang. Sepertinya mereka juga sedang bertualang, mereka memiliki tujuan masing-masing.
Tujuan kami adalah pergi ke Pulau Sempu. Tempat yang seperti surga dan jarang dikunjungi banyak orang. Tempat dimana sebuah perjuangan akan ditebus dengan sebuah kenikmatan berada dalam pelukan Alam Indonesia yang indah. Tempat dimana air asin dan air tawar bertemu. Tempat dimana kebanggaan sebagai bangsa dilahirkan. Tempat dimana seorang manusia dapat menarik diri dari hiruk pikuknya dunia. Tempat dimana kita merasa Indonesia adalah rumah kita dan memliki semuanya.
Pulau Sempu, adalah sebuah pulau kecil yang terletak di sebelah selatan Pulau Jawa. Pulau ini berada dalam wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur. Saat ini Sempu merupakan kawasan cagar alam yang dilindungi oleh pemerintah. Dalam pulau ini nyaris tidak ditemukan mata air payau.
Secara geografis, Pulau Sempu terletak di antara 112° 40′ 45″ - 112° 42′ 45″ bujur timur dan 8° 27′ 24″ - 8° 24′ 54″ lintang selatan. Pulau itu memiliki luas sekitar 877 hektar, berbatasan dengan Selat Sempu (Sendang Biru) dan dikepung Samudera Hindia di sisi selatan, Timur dan Barat.
Pulau Sempu dapat ditempuh dari Malang melalui Pantai Sendang Biru, dan penyeberangan menggunakan perahu nelayan, serta mendapat perijinan.
Pulau Sempu merupakan cagar alam Indonesia yang terletak di selatan kota Malang Jawa Timur, berbatasan dengan selat sempu (Sendang Biru). Banyak orang yang pernah ke Phi Phi island di Thailand (lokasi syuting film The Beach) berkata bahwa lebih indah pulau Sempu daripada Phi Phi, hanya saja fasilitas dan akses menuju pulau Sempu masih terlalu minim.
Untuk menuju pulau sempuh, rute perjalanan kami adalah dari Stasiun Malang harus naik angkutan kota ke terminal Arjosari. Sampai diterminal Arjosari, perjalanan dapat dilanjutkan dengan menaiki angkutan menuju terminal gadang (+/- Rp.4000,-). Sewa Tenda dahulu di :
Do-rent outbond equipment
Jl. Kedawung Gg.15 no 91C, Malang, East Java, Indonesia
Dari terminal gadang dilanjut dengan bis menuju Turen (+/- Rp.15.000,-). Dari Turen, naik lagi angkutan menuju Sendang Biru. Sampai di Sendang Biru cari pos perijinan menuju pulau Sempu, tanya ke warga sekitar aja, bagi yang bawa kendaraan pribadi juga bisa parkir di pos perijinan dengan biaya parkir per malam +/- Rp.5000 dan biaya menginap cagar alam Sendang biru +/- Rp.20.000/orang.
Catatan :
* Jika menginap perlu dibawa : Air secukupnya, botol dan sumbu kompor buat oblik / lampu
obor mini, jas hujan, Handphone ( sinyal HP hanya ada di pinggiran pulau sempuh, di
obor mini, jas hujan, Handphone ( sinyal HP hanya ada di pinggiran pulau sempuh, di
tengah akan susah mendapat sinyal).
* Perkiraan Biaya :
* Perkiraan Biaya :
- Transportasi PP naik angkutan umum = Rp.50.000,-
- Perijinan = Rp.20.000,-
- Bahan makan = +/- Rp40.000,-
- Biaya tak terduga = Rp.40.000,-
- Total Keseluruhan = Rp.150.000,-
* Gambar : ( Beberapa foto saya ambil dari internet, minta ijinnya ama yg punya foto yah ).
Kurang lebih dua jam akhirnya kami sampai di Sendang Biru. Mencari perahu adalah yang kami lakukan selanjutnya. Tak sampai limabelas menit kami sudah sampai di seberang, di Pulau Sempu. Trekking menuju Segara Anakan kami harus melewati hutan dengan pohon-pohon besar dan monyet yang bersliweran. Tak sampai dua jam kami sudah tiba.
Kami perlu untuk mencari seorang petugas (porter dan guard) untuk menuju ke sana Pulau Sempu. Setelah mendapat ijin dari pos perijinan, tinggal jalan sedikit menuju pantai dan menyewa perahu untuk menuju ke pulau sempu di seberang Sendang Biru. Biaya sewa perahu Rp.100.000 pulang pergi. (agar murah berangkatlah bersama rombongan yang ramai / ikut rombongan lain agar perahu penuh karena tarifnya bukan per kepala namun per keberangkatan).
Catatan:
* jangan lupa untuk meminta nomer Handphone tukang perahunya, karena nanti ketika anda ingin pulang anda harus menelpon perahunya agar dijemput kembali.
Perjalanan menyeberang ini menghabiskan waktu 20-30 menit.
"Pintu masuk Pulau Sempu"
Tracking masuk hutan sekitar 2-3 jam berjalan. Jika musim hujan, jalan becek. Perjalanan bisa menyita waktu 4 Jam lebih.
"Berada dalam Payung Hutan"
"Segara Anakan"
Di tempat inilah kami mendirikan tenda tempat kami akan berisitirahat menikmati malam dan mempersiapkan esok untuk pergi ke Bromo.
Tebing untuk menuju salah satu puncak bukit karang di "Segara Anakan"
"Karang Bolong"
Kami bermain air di Segara Anakkan. Merasa tempat itu menjadi miliki kami saja. Namun ada satu tempat oleh "tour guide" kami tidak disarankan ke sana. Tempat itu adalah karang bolong. Pada waktu kami sedang bermain air, ada beberapa kawan dari rombongan lain mencoba pergi ke karang bolong. Tiba-tiba ada ombak besar datang dan mereka terpental dan terbawa ombak, jatuh tepat di karang-karang yang tajam. Dari 2 orang yang menantang bahaya itu, ada 1 orang yang terluka parah , robek pada bagian paha kiri, dan telapaknya kaki kanannya.
Catatan:
* Hati-hatilah berada di karang ini. Kelihatannya sangat menantang tetapi sesungghunya sangat berbahaya. Sudah banyak korban berjatuhan di tempat ini. Maka tourguide biasanya akan menyarankan kita untuk tidak mendekati karang bolong.
"Situasi Malam di Sagara Anakan Pulau Sempu"
Kami masak indomie, cornet, dan air dengan perbekalan yang sudah kami sewa di Do-Rent-Malang. Setelah makan, kami duduk bersantai menikmati malam, mendengarkan suara hutan dan suara deburan ombak laut selatan. Saat inilah kami saling bercerita tentang kisah kami masing-masing, memandang semua petualangan kami ini sebagai sebuah hal yang indah dan menyenangkan, dan sangat berarti. Mengenang juga keluarga yang kami tinggalkan, merasakan betapa rasa sayang mereka baru kita rasakan ketika kami jauh dari mereka dan merenung dalam kesendirian di tengah alam pertiwi, di segara anakan, Pulau Sempu.
“Kehidupan sekarang benar-benar membosankan saya. Saya merasa seperti monyet tua yang dikurung di kebun binatang dan tidak punya kerja lagi. Saya ingin merasakan kehidupan kasar dan keras … diusap oleh angin dingin seperti pisau, atau berjalan memotong hutan dan mandi di sungai kecil … orang-orang seperti kita ini tidak pantas mati di tempat tidur,” - Soe Hok Gie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar