Dicopy langsung dari:
I.
Freemason/Freemansory bukan merupakan gerakan yang
didirikan oleh Gereja Katolik.
Ada
sebagian orang mengatakan bahwa freemasonry didirikan oleh Gereja Katolik, atau
minimal Gereja Katolik berperan aktif di dalamnya. Namun ini adalah tuduhan
yang tidak mendasar, karena Gereja Katolik sendiri – melalui beberapa dokumen –
melarang anggotanya untuk ikut di dalam gerakan ini. Asal usul Freemasonry
tidak diketahui dengan jelas, namun diperkirakan lahir akhir abad 16 di
Scotlandia atau awal abad 17 di Inggris. Sekarang ini anggotanya mencapai 5
juta orang, tersebar di seluruh dunia, (Inggris, Skotlandia, Amerika, dst)
namun kami tidak tahu apakah ada di Indonesia. Pada waktu awal didirikan di
Eropa, sampai beberapa waktu kemudian, organisasi ini menjadi tempat
berkumpulnya orang-orang yang kaya/ mempunyai kedudukan tertentu. Mereka
mengatakan bahwa mereka bukan agama/ kelompok religius. Syarat utama menjadi
anggota Freemason adalah percaya
kepada adanya satu Sosok yang Sempurna/ “Supreme Being”. Maka konon semua
penganut agama bisa bergabung, dan derajatnya sama, tidak boleh membawa-bawa
agama dalam pertemuan mereka. Dari data Wikipedia kita ketahui bahwa ada
beberapa uskup Anglikan menjadi anggota, dan memang dari tulisan lain yang
beredar di internet, dikatakan bahwa target mereka yang utama adalah para
pemimpin, terutama pemimpin gereja, dan karena Gereja yang paling nyata secara
fisik adalah Gereja Katolik, maka mereka mentargetkan pemimpin Gereja Katolik
untuk bergabung dalam organisasi ini. Tujuannya, untuk mengaburkan ajaran
tentang keberadaan Tuhan seperti yang dikenal dalam Alkitab.
II.
Tentang Freemansonry
Umumnya
Freemasonry didefinisikan sebagai
organisasi fraternitas/ persaudaraan yang merupakan sebuah sistem moral yang
terselubung dalam kiasan, dan digambarkan dengan simbol. Simbol yang mereka
pakai sebagai logo adalah penggaris siku dan jangka, dengan atau tanpa huruf G
di tengahnya. Namun karena organisasi ini tidak mempunyai satu pemimpin utama,
dan setiap anggota boleh menafsirkan sendiri simbol itu, maka tidak diperoleh
kata kesepakatan untuk makna logo tersebut. Disebut Free-mason karena maksudnya
adalah agar ideologi mereka yaitu, Kebebasan, Persamaan dan Persaudaraan
menjadi prinsip yang merasuk secara bebas dalam sendi-sendi kemasyarakatan,
tanpa diketahui dari mana asalnya.
Organisasi
ini terbagi menjadi beberapa Grand Lodge/ Orients pada wilayah tertentu, dan
keanggotaannya terbagi menjadi 3 tingkatan. Umumnya pada bagian tingkat
terbawah kegiatannya lebih ke arah sosialisasi. Maka tak mengherankan, banyak
orang yang bergabung di level bawah tidak tahu mengapa organisasi ini dilarang
oleh Gereja Katolik, sebab mereka sekedar hanya kumpul-kumpul saja dengan
beberapa acara bersama. Setidaknya demikianlah yang yang kami ketahui dengan
pembicaraan dengan seorang teman yang mempunyai pengalaman berkomunikasi dengan
anggota kelompok Freemason di
Amerika ini. Namun pada level berikutnya, sampai ketiga, terdapat ritual yang
tidak sesuai dengan ritual Gereja, dan doktrin-nya yang mengacu ke arah
naturalism dan rationalism mengarah kepada relativism, yaitu: tidak ada
Kebenaran sejati, semua agama sama saja, dan mengusahakan dunia tanpa adanya
Tuhan tetapi hanya, “Sosok Sempurna” yaitu Kebebasan, Persamaan dan
Persaudaraan. (Padahal, ketiga hal tersebut, sesungguhnya tak bisa dicapai jika
keberadaan Tuhan sebagai Pribadi tidak diakui).
Maka
Gereja Katolik melarang Freemasonry
karena beberapa alasan: Pertama, karena dengan slogan “Kebebasan, Persamaan dan
Persaudaraan”, mereka sebenarnya menganggap “Kebebasan” sebagai tuhan/ Supreme
Being mereka. Hal ini bertentangan dengan prinsip Allah Trinitas dalam agama
Katolik. Kedua, slogan tersebut sedikit demi sedikit membentuk pola pikir
relativism, di mana semua agama sama, semua benar, tidak ada yang paling benar,
sehingga dalam moralitas dapat membingungkan, karena hal yang salah bisa
dianggap benar. Hal ini bertentangan dengan prinsip Kebenaran objektif yang
diajarkan oleh Gereja Katolik: yang benar selalu benar, sedangkan yang salah
tidak pernah dianggap benar oleh Gereja. Ketiga, ritual yang mereka gunakan
juga asing, misalnya, pelantikan gedung (mereka sebut sebagai pembaptisan)
memakai simbol jagung, minyak dan anggur, dst, simbol dan upacara yang tidak
sesuai dengan cita rasa Kristiani.
Paus
Leo XIII melarang dengan jelas gerakan ini dalam surat ensikliknya Ab
Apostolici, 15 Okt 1890, karena melihat gerakan Freemason menyusup ke dalam
gerakan politik di Italia yang ingin menghapuskan pengaruh Gereja dari
masyarakat, dan menaburkan kebencian kepada Gereja Katolik. Kitab Hukum Gereja
tahun 1917, secara jelas menyebutkan bahwa siapa yang bergabung dalam
Freemasonry, langsung terkena ekskomunikasi. Namun pada Kitab Hukum Gereja yang
terbaru 1983, tidak secara eksplisit disebutkan kata ‘Freemasonry’, hanya,
tetap disebutkan larangan untuk bergabung pada organisasi yang menentang
Gereja. Maka ada orang-orang yang berspekulasi bahwa larangan Freemason sudah
dicabut.
Hal
ini diklarifikasi oleh Paus Benediktus XVI, yang pada waktu menjadi Prefect
dalam the Congregation for the Doctrine of Faith. Dalam Quaesitum
est, ia menyatakan “Penilaian negatif yang diberikan oleh Gereja
terhadap kelompok Freemason tetap tidak berubah, sebab prinsip
mereka tidak sesuai dengan doktrin Gereja. Dan karenanya, keanggotaan
kelompok mereka tetap dilarang. Umat yang tergabung dalam kelompok Freemason berada dalam dosa berat dan
tidak dapat menerima komuni.” Dekalarasi ini disetujui oleh Paus Yohanes Paulus
II, dan ditandatangani pada tanggal 26 November 1983.
Freemason dengan gerakan naturalism,
rationalism dan relativism-nya memang sangat berbahaya terhadap Iman
Katolik, justru karena kelihatannya tidak berbahaya. Namun jika kita lihat
di Amerika misalnya, nilai-nilai naturalism dan relativism ini memang
mempengaruhi beberapa biara, sehingga mereka berfokus pada meditasi tentang
alam lebih daripada berakar pada liturgi, mereka melepas habit/ kerudung demi
persamaan dengan awam, berkompromi dengan nilai-nilai liberal, meringankan
disiplin biara dst. Namun dengan langkah yang sedemikian, malah angka panggilan
di biara itu merosot drastis. Sedangkan pada biara-biara yang tetap berpegang
pada pengajaran iman yang benar sesuai dengan tradisi Katolik, malah tahun
belakangan ini mendapat angka kenaikan yang signifikan.
III.
Apakah
Freemason menyusup
ke dalam Gereja Katolik?
Ada
banyak spekulasi bahwa gerakan Freemason telah
menyusup ke dalam Gereja Katolik dengan cara yang halus, seperti menerima
komuni di tangan, yang ditujukan supaya orang tidak lagi percaya akan kehadiran
Yesus yang sungguh-sungguh dalam bentuk hosti kudus. Katolisitas telah membahas
tentang komuni di mulut atau di tangan di jawaban ini,silakan klik.
Kita tidak usah gelisah dalam hal ini, sebab jika kita percaya Tuhan membimbing
GerejaNya dengan Roh Kudus-Nya, maka pasti Ia melindungi Gereja dalam
menentukan segala sesuatu, dan bagian yang perlu kita lakukan adalah taat pada
apa yang telah ditetapkan Gereja. Memang setelah Vatikan II, umat diperbolehkan
menerima Komuni di tangan, sehingga terdapat 2 cara menerima Komuni, yaitu
langsung di mulut atau di tangan. Maka, karena Gereja memperbolehkan 2 cara
itu, maka kita dapat memilih salah satu (di mulut atau di tangan), asal kita
lakukan dengan kesadaran penuh, bahwa kita menyambut Tuhan Yesus sendiri.
Memang untuk sebagian orang lebih memilih komuni di langsung di mulut, karena
cara yang demikian lebih berakar pada tradisi dan anjuran para orang Kudus. Namun,
kita tidak dapat memaksakan kepada orang lain untuk menerima dengan cara yang
sama.
Occultisme berasal dari
kata occultus (Latin) artinya rahasia/ tersembunyi, sehingga diartikan sebagai
pengetahuan akan sesuatu yang tersembunyi. Dalam bahasa Inggris, hal ini
kemudian dikaitkan dengan pengetahuan paranomal, lawan kata dari ilmu
pengetahuan/ science. Maka, arti Occultisme yang umumnya berlaku sekarang
berkonotasi negatif, seperti ilmu gaib/ magic, astrologi, spiritualism, dst,
Tentu dengan konotasi demikian, Occultisme dilarang oleh Gereja Katolik, karena
pada dasarnya merupakan pelanggaran terhadap perintah Tuhan yang pertama,
“Akulah Tuhan Allah-mu. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku” (Kel
20:2-3). Mereka yang mempraktekkan Occultism tidak lagi mempercayai Allah
sebagai Tuhan yang berada di atas segalanya, sebab mereka ‘menggantikan’ Allah
dengan keyakinan mereka akan ilmu gaib/ roh-roh/ dst.
Jadi, pada dasarnya,
janganlah kita takut dan bingung jika kita mendengar berita-berita yang negatif
tentang Gereja. Sebab sudah dari jaman abad awal banyak orang ingin
menghancurkan Gereja Katolik, namun hingga sekarang Gereja tetap berdiri. Mari
kita yakini dan percaya akan janji Kristus, bahwa Ia tidak akan meninggalkan
Gereja-Nya, sampai akhir zaman. Kadang Tuhan mengizinkan hal negatif tersebut
terjadi, malah untuk memurnikan dan memperbaharui Gereja, sebab Roh Kudus akan
menyatakan kebenaran Tuhan, dan memampukan mereka yang berpegang kepada-Nya
untuk mengikuti kehendak-Nya.
Ditulis
oleh: Stefanus Tay & Ingrid Tay
Stefanus
Tay, MTS dan Ingrid Listiati, MTS adalah pasangan suami istri awam dan telah
menyelesaikan program studi S2 di bidang teologi di Universitas Ave Maria -
Institute for Pastoral Theology, Amerika Serikat.
Lihat semua artikel yang ditulis oleh: Stefanus Tay & Ingrid Tay →
Lihat semua artikel yang ditulis oleh: Stefanus Tay & Ingrid Tay →
Tidak ada komentar:
Posting Komentar